Ketua DPR Akui Komunikasi Dewan Lemah
Ketua DPR Marzuki Alie mengaku bahwa Dewan masih lemah dalam mengkomunikasikan konsep dan rencana strategis kepada masyarakat.
Seperti misalnya, konsep Rumah aspirasi, Marzuki menerangkan, konsep tersebut sebenarnya bagus namun karena lemah komunikasi kepada publik maka konsep rumah aspirasi jadi rusak. "Konsep ini bagus gunanya untuk menampung aspirasi masyarakat di dapil, dan mengkaji apa saja yang bisa dibawa ke pusat,"katanya saat refleksi DPR tahun 2010, di Gedung DPR, (23/12).
Menurutnya, bahkan seringkali dirinya kesulitan saat mencoba menyampaikan aspirasi di Daerah pemilihan, karena memang belum ada ruang untuk itu. "Misalnya saja Dapil saya meminta untuk dibangun jembatan namun karena tidak ada ruang saya kesulitan merealisasikannya, karena itu melalui dana aspirasinya kita dapat mengusulkan itu kepada Gubernur sesuai mekanisme yang ada,"katanya.
Dia menambahkan, tentunya semuanya sesuai dengan aturan pengadaan barang dan jasa. "Jadi semua di tender dan anggota DPR tidak bisa bermain disitu,"katanya.
Selaku Ketua DPR dirinya mengaku sangat transparan dan terbuka untuk informasi apapun. namun karena kendalanya sering guyon kepada wartawan seringkali mereka yang sifatnya guyonan dikutip menjadi berita. "kalau seperti ini hancurlah republik, jadi bukan saya berubah tetapi saya menjaga ketenangan republik ini,"gelak Marzuki.
Menurutnya, selama dua bulan terakhir dirinya mulai mengurangi guyonan dan mengeluarkan statement yang lebih terukur. "soal mentawai saya capai sekali menjelaskannya kepada semua orang, karena memang selam 7 hari saya tidak ada, jadi statement saya menjadi bola liar,"katanya.
Sementara Sekjen Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang menilai, terjadi blunder yang dilakukan oleh anggota DPR RI dalam kurun waktu setahun terakhir. Dari pembangunan rumah aspirasi, pembangunan gedung “Menara Nusantara” DPR RI, seringnya studi banding hingga tingkat kehadiran anggota DPR RI yang rendah merupakan kesalahan elementar tahun pertama DPR RI periode 2009-2014.
“Blunder tahun pertama paling parah adalah tingkat kehadiran yang rendah. Sebab masalah ini tak pernah terjadi di DPR periode sebelumnya. Belum lagi seringnya anggota DPR RI ke luar negeri, “ ujarnya.
Ditegaskan Salang, blunder-blunder tersebut, secara sadar atau tidak, membuat citra DPR RI terpuruk di mata masyarakat. Secara perlahan akan mengikis dukungan dan simpati masyarakat. Salang pun mengaku kesulitan untuk memuji kinerja DPR di tahun pertama.
“Kami mengalami kesulitan hal apa yang patut dipuji kinerja DPR di tahun pertamanya.Kalau citra jelek, kinerja jelek, malah anggota DPR pun malas pula. Bayangkan satu tahun pertama, hanya enam UU yang dihasilkan, sementara tingkat kehadiran anggota sangat rendah. Ini yang membuat masyarakat sangat kecewa., “ujarnya seraya mengungkapkan kekecewaan masyarakat terhadap DPR Dalam menjalankan fungsi pengawasan, budgeting maupun anggaran.
Kekecewaan lainnya seringnya publik mengecam DPR baik sebagai individu maupun lembaga DPR dalam melakukan komunikasi yang buruk. Contohnya, ketika gagasan pembangunan gedung baru dan rumah aspirasi, yang mewah dan memakan angaran besar. Gagasan yang tidak populer sejatinya harus dikomunikasikan oleh figur dan dengan cara dan waktu yang tepat.
“Yang terjadi disampaikan oleh orang yang tidak tepat dan waktu tidak tepati. Akhirnya menjadi kacau rencana itu. Begitupun rumah aspriasi. DPR tak lagi bagaimana menyampaikan aspirasi tersebut secara tepat,“ujarnya. (si)